Hari mulai berganti dan tak bisa kuhindari. Kalimat
yang pas untuk menggambarkan keaadaanku saat itu setelah lulus kuliah (baca =
wisuda). Euforia pesta kelulusanpun masih terasa dibenak dan dihatiku.
Kesedihan dan kegembiraan menyatu tanpa memandang status sosial, jenis kelamin,
dan perbedaan umur. Kesedihan yang kurasa ketika harus merasakan bahwa nanti
akan berpisah demi meraih cita-cita, sedangkan perasaan gembira ketika usai
sudah masa S1 dengan hormat, hehehe… (baca = pernah keluar dari S1 ketika belum
wisuda).
Perpisahan kulalui dengan rasa haru biru dan akupun
tak bisa menahan air mataku yang aku anggap mahal ini. Tetesan air mataku
menandakan waktu senang-senang, waktu foya-foya semasa kuliah telah usai.
Mereka yang selalu menemaniku semasa itu adalah Rully, Dwi, Andi “Eng”, Dicky,
Puji, Miftah, Rizal, Agung, Anas, Zudy, Wawan, Tofa, dan teman yang lainnya
yang tak bisa kusebutkan satu persatu. Mereka ada ketika aku sedang sibuk
dengan skripsiku, hehe..sebenarnya agak payah juga tapi entah kenapa tak ku
jadikan beban, malahan mereka yang menemaniku saat suntuk tiba.
Kebersamaan yang selalu kami jalani di manapun kami
berada akhirnya harus terpisahkan sementara waktu karena kami harus meraih
cita-cita. Aku yang sudah mendapat pekerjaan sebelum wisuda harus mencari
pekerjaan lain karena keraguanku tinggal di Kalimantan. Sedangkan teman-temanku
yang lain masih mencari pekerjaan di bursa pekerjaan atau saat Job Fair.
Setelah aku timbang-timbang dan aku pilih-pilih, aku memutuskan untuk bekerja
di Kalimantan. Aku tak pernah tahu keadaan yang sebenarnya seperti apa karena
memang belum pernah sama sekali menyeberang pulau. Aku memutuskan untuk ke sana
karena salah satu pertimbanganku adalah menaiki pesawat pertama kali. Ini
adalah alasan bodoh dan tidak memikirkan risiko yang lebih jauh lagi.
Singkat cerita, aku pulang ke Sidareja dengan
perasaan senang karena bertemu dengan ibu, bapak, keponakan, kakak dan yang
lainnya. Sekitar 10 hari aku berada di rumah dengan berbagai kegiatan yang ada.
Aku merasa menikmati kegiatan yang ada, seperti mencuci piring, membantu bapak
dalam proses merebus kedelai dengan jumlah banyak, dan banyak kegiatan lainnya.
Hari terus berganti hingga pada akhirnya aku harus berpisah dengan mereka.
Perasaan hancur, sedih, dan gelisah menjadi satu, karena tidak ada perasan
gembira sediktpun yang menyangkut di hati. Ibu menunjukkan kesedihannya karena
air matanya terus bercucuran seiring perpisahan kita. Kemudian bapak yang
jarang sekali aku melihat menangis hanya menitip pesan “ati-ati ya, jaga diri
baik-baik”. Suaranya terlihat rintih dan sendu. Aku tau itu dalam banget ketika
bapak memberi nasihat kepadaku. Aku tak bisa menahan air mataku di dalam
keramaian karena saat itu aku berangkat ke Solo dengan berkereta api. Aku
selalu memabayangkan wajah orang tuaku di setiap perjalananku menujuju Solo.
Hal ini pertama kalinya kami harus berpisah lebih jauh karena aku harus berada
di pulau yang berbeda, Kalimantan Timur. Aku percaya bahwa perpisahan ini bukan
berarti berpisah selamanya, melainkan untuk kembali dan berbagi kebahagiaan
dengan keluarga serta sahabat. Salam semangat!
0 comments:
Posting Komentar